Tuesday, July 26, 2011

PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM DI INDONESIA


PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM
DI INDONESIA
  Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen : Y. Ch. Nany Sutarini, M.Si.

Disusun Oleh :
          1.      Tita Rostiawati                       039
          2.      Sa’adah Tri Wijiasri                040
          3.      Koniawan Fajar                     041
          4.      Leily Fatonah                         043
          5.      Dyah Ana Rahmayani             044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010

KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan tentang     “ Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia”.
           Keberhasilan ini berkat adanya kerja keras penulis, dorongan serta masukan dari berbagai pihak, terutama bimbingan dari Ibu Y. Ch. Nany S, M.Si selaku Dosen Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
             Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang yang diampu oleh Ibu Y. Ch. Nany S, M.Si.
            Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua kami yang telah mengijinkan kami mengerjakan tugas ini. Kepada Ibu Dosen yang telah banyak membimbing kami. Kepada teman-teman yang telah banyak membantu dalam hal materi maupun ilmu dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga menjadi amal baik di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan dari pembaca demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak,Amin.   

Yogyakarta,  16 Maret 2010
                                                                                                                                                                                           Penulis


DAFTAR ISI
                                                                                                              Hal
HALAMAN JUDUL..................................................................................      i
KATA PENGANTAR................................................................................      ii
DAFTAR ISI...............................................................................................      iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................      1
A. Latar Belakang............................................................................      1
B. Rumusan Masalah........................................................................      2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................      3
A. Pengertian Supremasi Hukum.....................................................      3
B. Supremasi Hukum di Era ORBA dan Reformasi.......................      5
C. Hubungan Antara Supremasi Hukum, Demokrasi, dan  HAM...      6
D. Menciptakan Supremasi Hukum yang Ideal ..............................      8
BAB III PENUTUP....................................................................................      9
A. Kesimpulan..................................................................................      12
B. Saran............................................................................................      13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................      14
           
           
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penegakan hukum di suatu negara sangatlah penting, karena sangat pentingnya hukum di suatu negara akan menciptakan masyarakat yang kondusif dan tenang bagi warganya dan sekaligus warga akan sangat menghormati hukum itu sendiri. Indonesia sendiri adalah negara hukum. Hal ini tertuang jelas dalam Pasal 1 ayat  (3) UUD 1945 Perubahan ketiga yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara hukum”.(UUD 1945) Sebagai konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3) Amandemen ketiga UUD 1945, 3 (tiga) prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum, dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.
Di Indonesia belum tercipta tiga prinsip dasar tersebut yang sesuai harapan dengan terciptanya keadilan. Idealnya keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Akan tetapi dalam kenyataannya, selama ini yang berkuasa dan yang mempunyai uang banyaklah yang selalu dimenangkan oleh hukum, walaupun telah melanggar aturan negara seperti pejabat yang korupsi uang milyaran milik negara dapat berkeliaran dengan bebas, sedangkan orang biasa bahkan orang yang terhimpit ekonomi yang terpaksa mengambil sebuah semangka di sawah milik tetangganya, langsung ditangkap dan dimasukkan ke penjara.
Sejak keberhasilan gerakan reformasi melanda bangsa Indonesia, sebutan “supremasi hukum” menjadi kata yang sering diucapkan dan didengar. Istilah ini akan menjadi objek kajian yang menarik dan tidak ada habis-habisnya untuk dibahas. Hal ini disebabkan karena masalah supremasi hukum adalah bukti nyata proses penegakan hukum suatu bangsa. Hukum sebagai aturan, norma, dan kaidah akan selalu mempunyai posisi khas, ia langsung berada dan bekerja di tengah-tengah masyarakat. Keberagaman cita rasa masyarakat yang terkemas dalam budaya tradisional dan modern akan menyatu dalam suatu dimensi hukum.
 Bertitik tolak dari pemikiran seperti itu, maka kebutuhan mendesak yang perlu diperhatikan oleh bangsa Indonesia adalah merumuskan kembali sikap menjunjung tinggi “supremasi hukum”, yang baik dan benar di tengah masyarakat yang plural ini. Agar tercipta masyarakat yang madani dan penuh keadilan di segala aspek kehidupan berbangsa.

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan supremasi hukum?
2.      Bagaimana supremasi hukum dari masa ke masa?
3.      Bagaimana kaitan antara supremasi hukum, demokrasi dan HAM?
4.      Bagaimana menciptakan supremasi hukum yang ideal ?










BAB II
PEMBAHASAN

Indonesia dikenal sebagai negara hukum, namun kebanyakan dari warga Negara Indonesia  belum mematuhi  hukum-hukum yang berlaku di Indonesia.  Dalam hal ini berarti tujuan hukum yang sebenarnya belum terwujud. Selama ini supremasi hukum merupakan agenda utama setiap pemerintahan, tetapi sampai saat ini impian untuk menegakkan keadilan di bidang hukum belum juga terwujud. Padahal hukum itu adalah kekuatan yang menentukan kehidupan, bukan ditentukan atau dapat diatur sesuai keinginan individu yang berkuasa.
A.      Pengertian Supremasi Hukum
         Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme) sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum harus tidak boleh mengabaikan 3 ide dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian.
        Untuk lebih memahami tentang supremasi hukum, ada baiknya perlu diketahui pengertian hukum. Di bawah ini ada beberapa pengertian hukum yang dikemukakan oleh para ahli:
  1. Utrecht memberikan batasan hukum sebagai himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati.
  2. Prof. Mr. E. M. Meyers menyatakan hukum sebagai semua peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan pada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
  3. Leon Duguit menyatakan hukum sebagai aturan tingkah laku para anggota masyarakat yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar meninggalkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
  4. S. M. Amin, SH menyatakan bahwa kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi itulah yang disebut hukum dan tujuan hukum tersebut adalah menegakkan tata tertib dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.                        (Joko Budi Santoso; 2007: 23)
          Dengan mengetahui beberapa pengertian hukum di atas, maka akan lebih mudah dalam memahami supremasi hukum (khususnya di Indonesia). Pengertian supremasi hukum sendiri adalah upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Hal ini juga termuat dalam UUD ’45 pasal 27 ayat 1, yang berbunyi ”segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajid menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.(UUD 1945)
          Upaya penegakan hukum ada kaitannya dengan tercapainya supremasi hukum. Penegakan hukum yang dapat dilakukan dengan baik dan efektif merupakan salah satu tolak ukur untuk keberhasilan suatu negara dalam upaya mengangkat harkat dan martabat bangsanya di bidang hukum terutama dalam memberikan perlindungan hukum terhadap warganya. Sebaliknya pengakan hukum yang tidak berjalan sebagaimana mestinya merupakan indikator bahwa negara yang bersangkutan belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan hukum kepada warganya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dapat dibedakan dalam dua hal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam sistem hukum dan faktor-faktor di luar sistem hukum.   (Joko Budi, 2007: 32)
B.  Supremasi Hukum di Era ORBA dan Reformasi
Supremasi hukum merupakan suatu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan yang netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan yang sama tanpa terkecuali. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada era Orde Baru atau pada suatu era dimana rezim Soeharto berkuasa. Pada masa ini seseorang bisa kebal dari hukum apabila mempunyai kekuasaan dan uang. Tuduhan ini bukan tanpa bukti, banyak kasus-kasus pelanggaran hukum serius yang lambat penanganannya karena tersangka utamanya merupakan para penguasa rezim ORBA. Kasus-kasus itu, antara lain;
1.      Kasus kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965-1966.
2.      Kasus penyerangan kantor DPP PDI 27 Juli 1996.
3.      Kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa.
4.      Kasus korupsi Jamsostek.
Hal yang sama juga terjadi pada era Reformasi, masa yang seharusnya segalam sesuatu yang buruk telah diperbaiki. Namun, pada kenyataannya untuk keadilan di bidang hukum belum juga tercipta. Salah satunya adalah Amandemen Kedua UUD’45 Pasal 28I ayat (1) : “Bahwasanya seseorang tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.” Dari sedikit petikan bunyi pasal tersebut, dalam ilmu hukum dinamakan prinsip hukum non-retroaktif. Prinsip tersebut bersumber dari asas legalitas von Feuerbach :”tidak ada tindak pidana, tanpa adanya peraturan yang mengancam pidana lebih dulu.” Seperti yang tercantum dalam pasal 1 KUHP kita. Masalah yang muncul apakah prinsip tersebut juga berlaku untuk kejahatan berat? Sebab dalam pasal tersebut tidak membedakan tindak pidana biasa dengan tindak kejahatan kemanusiaan seperti tindak pelanggaran HAM berat. Merujuk pada penjelasan RUU Pengadilan HAM bahwa pelanggaran HAM berat bukan merupakan pelanggaran terhadap KUHP. Sehingga prinsip non-retroaktif perundang-undangan tidak berlaku pada kejahatan kemanusiaan. Meskipun dalam RUU Pengadilan HAM pasal 37 memberlakukan retroaktif perundangan-undangan terhadap kejahatan kemanusiaan, tetap saja RUU tersebut akan gugur karena bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1). Karena sistem hierarki di Indonesia tidak membolehkan hukum yang lebih rendah tingkatannya bertentangan dengan yang lebih tinggi.   
Akan tetapi, pada era ini juga sudah banyak pejabat yang disidangkan karena kasus korupsi, walaupun mereka benar-benar bersalah hanya beberapa saja yang masuk penjara. Ternyata hal ini terjadi penyebabnya tidak lain adalah mau disuapnya aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan.
Dari fakta-fakta yang terungkap di atas menunjukan bahwa supremasi hukum pada era Orba sampai era Reformasi belum terwujud. Hal ini terjadi karena sumber hukum dan aparat penegak hukum belum siap mewujudkan keadilan di bidang hukum.
C. Hubungan Antara Supremasi Hukum, Demokrasi dan  HAM
Supremasi hukum telah mati seiring dengan berjalannya sistem demokrasi di Indonesia. Hal yang paling mendasari adalah besarnya pergesekan kekuatan kepentingan kekuasaan dari beberapa titik pemegang kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan demokrasi sangat diperlukan adanya supremasi hukum yaitu menjunjung tinggi peraturan–peraturan yang berlaku untuk mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat demi terciptanya kesadaran hukum dan kepatuhan hukum. Selain dari pada itu juga diperlukan sistem pemerintahan yang demokrasi yaitu sistem pemerintahan yang mengutamakan kepentingan rakyat yaitu adanya asas dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Terakhir adalah HAM (Hak Asasi Manusia), hal ini sangat penting terhadap pelaksanaan supremasi hukum karena berkaitan dengan hak dasar manusia sebagai mahluk Tuhan. Demikianlah hal–hal yang patut diperhatikan dalam pelaksanaan supremasi hukum di Indonesia karena sangat sesuai dan patut pula diperhatikan dalam skala nasional yang bertitik tolak dari UUD 1945 baik Pembukaan, pasal-pasal beserta penjelasannya.
Hubungan antara negara hukum dan demokrasi dapat dinyatakan bahwa negara demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Namun, negara hukum belum tentu negara demokrasi. Negara hukum hanyalah satu ciri dari negara demokrasi. Demokrasi baik sebagai bentuk pemerintahan maupun suatu sistem politik berjalan di atas dan tunduk pada koridor hukum yang disepakati bersama sebagai aturan main demokrasi. Adapun demokrasi sebagai sikap hidup ditunjukkan dengan adanya perilaku yang taat pada aturan main yang telah disepakati bersama pula. Aturan main itu umumnya dituangkan dalam bentuk norma hukum. Dengan demikian di negara demokrasi, hukum menjadi sangat dibutuhkan sebagi aturan dan prosedur demokrasi. Tanpa aturan hukum, kebebasan dan kompetisi sebagai ciri demokrasi akan liar tidak terkendali. Jadi, negara demokrasi sangat membutuhkan hukum. (Winarno, 2007: 128)
Hubungan antara demokrasi dan hukum sangat erat, dapat dikatakan bahwa kualitas demokrasi suatu negara akan menentukan kualitas hukumnya. Artinya negara-negara yang demokratis akan melahirkan pula hukum-hukum yang berwatak demokratis, sedangkan di negara-negara yang otoriter aatau non demokratis akan lahir hukum-hukum yang non demokratis.  (Moh.Mahfud, 1999: 53)
Dewasa ini kehidupan ekonomi jauh lebih baik daripada periode-periode sebelumnya berkat pemerintahan yang kuat dan otoritarian sesuai dengan pilihan yang telah dilakukan secara sadar sebagai pecinta hukum. Lahirnya hukum-hukum yang berkarakter responsif tanpa mengorbankan persatuan dan kesatuan serta kebutuhan ekonomi dapat lahir di dalam konfigurasi politik yang demokratis untuk melahirkan hukum-hukum yang renponsif itu, diperlihatkan demokratisasi di dalam kehidupan politik. Alasan-alasan untuk melakukan demokratisasi ini sudah cukup jika kesadaran politik masyarakat membaik, Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas oleh orpol dan ormas, dan kehidupan ekonomi masyarakat dan pertumbuhannya sudah memadai. Dengan modal itu, proses demokratisasi tidak akan mengancam stabilitas apalagi persatuan kesatuan bangsa. (Moh.Mahfud, 1999:84)
             Peranan supremasi hukum, demokrasi, dan HAM terhadap pelaksanaan pemerintahan sangat penting karena supremasi hukum harus ada,  sebab  negara Indonesia adalah negara hukum atau negara yang sangat menjunjung tinggi hukum ini dapat terlihat juga dari sistem demokrasi yang dianut negara kita yaitu Republik Konstitusi, maka pemerintahan juga harus menjunjung tinggi hukum dalam menggunakan wewenangnya. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan aspirasi rakyat dalam membuat keputusan bagi rakyatnya karena bagaimanapun juga negara kita adalah negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat, jadi keinginan rakyat tidak bisa dikesampingkan begitu saja oleh pemerintah. Oleh karena itu, badan eksekutif dan badan legislatif dalam melaksanakan tugasnya tidak bisa bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat yang bisa melanggar atau membatasi HAM dari pada itu rakyat itu sendiri.
D. Menciptakan Supremasi Hukum yang Ideal
           Pada pembahasan sebelumnya perkembangan penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak Indonesia merdeka hingga pemerintahan sekarang masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan maupun penyelewengan hukum dalam mewujudkan negara hukum di Indonesia. Ini berarti bahwa supremasi hukum belum tercipta di Negara Indonesia. Penegakan hukum sangat perlu yaitu untuk diarahkan pada pola pencegahan segala pelanggaran hukum baik yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat ataupun badan hukum. Bukti-bukti nyata yang terjadi dalam pemerintakan Indonesia, justru pelanggaran hukum banyak dilakukan oleh kalangan atas, seperti kehakiman, kepolisian dan pejabat-pejabat. Kasus-kasus seperti korupsi, penyuapan dan bermacam pelanggaran hukum masih sering terjadi. Artinya, Indonesia adalah negara hukum yang belum sukses mewujudkan supremasi hukum.
           Intregitas kepemimpinan kepolisian, kejaksaan dan mahkamah agung turut pula dipertanyakan, karena sebagai lembaga penegak hukum juga ternyata dominan dengan nuansa politik. Ada kemungkinan niatan yang dilandasi politik akan berujung pada bupaya penegakan hukum, atas produk hukum yang kemudian tak sekedar kertas bertinta emas tapi pengejawantahan kehidupan ketertiban hukum agar terpelihara integritas sosial yang melingkupi masyarakat, pasar dan negara. Bila ini tak terjawab dengan memuaskan, maka akan menimbulkan rasa miris bagi siapapun yang mengetahui kondisi ini. Tetapi semuanya hanya tinggal mimpi untuk menerapkan supremasi hukum di tengah hembusan demokrasi yang didengungkan negara ini, ataukah masih menyisakan harapan bagi terwujudnya negara hukum. (http://persma.com/baca/2009/10/26/matinyasupremasi-hukum-di-tangan-demokrasi.html)
Keberadaan hukum merupakan posisi yang unik dan dapat memberikan dampak bagi lingkungan sekitar, terutama bagi dinamisasi kehidupan masyarakat, antara hukum dengan masyarakat, penjahat dengan pejabat, orang baik-baik, atasan dan bawahan, seharusnya tidak ada tirai pembatas. Oleh karena itu, sifat hukum harus dogmatis dan universal.
Beberapa poin penting untuk bisa mencapai supremasi hukum, bergantung pada bagaimana pelaksanaan hukum itu sendiri. Ada beberapa pendapat tentang tujuan hukum yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mencapai supremasi hukum yang ideal.
  1. Teori etis, mengatakan bahwa hukum itu semata-mata menghendaki keadilan. Isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.
  2. Geny, mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Sebagai unsur keadilan, ada kepentingan daya guna dan kemanfaatan.(Budiyanto, 2004: 54)
     Beberapa pendapat di atas menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan keadilan, maka dengan terciptanya keadilan ini maka supremasi hukum dapat terwujud. Namun, dengan banyaknya penyelewengan hukum di Indonesia dapat dikatakan bahwa penerapan keadilan belum terwujud.
          Untuk dapat mencapai keadilan hukum, maka penegakan hukum sangat perlu. Hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh terutama aturan hukum tentang HAM.                   (Sunarso, 2008 : 150)
Dengan adanya praktik politik, maka hal ini juga berpengaruh pada keadaan hukum di Indonesia. Pada konfigurasi politik tertentu melahirkan produk hukum dengan karakter tertentu, yakni konfigurasi politik yang demokratis senantiasa melahirkan produk hukum yang berkarakter responsif, sedangkan konfigurasi politik yang otoriter melahirkan produk hukum yang berkarakter konservatif. Karakter responsif maupun konservatif salah satunya ditandai  dalam pembuatan produk hukum yang responsif menyerap aspirasi masyarakat seluas-luasnya (parsitipatif), sedangkan produk hukum yang konservatif lebih didominasi lembaga-lembaga negara terutama pihak eksekutif (sentralistis). (Moh.Mahfud, 1999: 295)
Hukum harus mampu mencerna segala perubahan secara tenang dan baik-baik. Globalisasi, dunia tanpa pembatas, skenario elit politik, suksesi, korupsi, kolusi, nepotisme, supremasi hukum, demokratisasi, HAM, disintergrasi bangsa dan intrik-intrik politik, semuanya harus dihadapi oleh hukum. Hukum harus mampu secara langsung berhadapan dengan perilaku yang muncul tersebut. Sehingga hukum berfungsi sebagai alat kontrol masyarakat dengan segala perundang-undangan yang berlaku dan harus ditaati masyarakat. Dalam menghadapi perubahan perilaku masyarakat, maka hukum harus dengan cepat beradaptasi dalam perubahan tersebut. Jika terjadi keterasingan masyarakat terhadap hukum maka citra terhadap hukum akan menurun, sebagai konsekuensi, maka sangat diperlukan hukum yang selalu mengikuti konsep, orientasi dan masalah-masalah yang setiap saat bisa berubah secara cepat. Dengan kata lain, supremasi hukum jangan dijadikan hanya sebagai simbol dalam suatu pemerintahan. Hukum tidak hanya merupakan unsur tekstual saja, yang dipandang dari kaca mata Undang-undang. Namun, hukum merupakan unsur kontekstual yang dapat dilihat dari perspektif yang lebih luas. Dalam suasana perubahan yang serba cepat ini, perwujudan supremasi hukum akan memenuhi lebih banyak para pelaksana hukum yang mampu bertanggung jawab, berdedikasi dan bermoral serta mempunyai intelektual tinggi yang mampu mengatasi berbagai permasalahan. (http://bataviase.co.id/content/mmbangun-supremasi-hukum)
Hal itulah yang menjadi poin agar supremasi hukum dapat mencapai standar ideal, unsur-unsur penegak hukum yang seperti itulah yang dibutuhkan untuk menghadapi segala permasalahan agar supremasi hukum dapat terwujud dengan cepat.









BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.   Supremasi hukum adalah upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
 2. Keadilan yang netral artinya setiap orang memiliki  kedudukan dan perlakuan   yang sama tanpa terkecuali. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada era Orde Baru. Beberapa kasus-kasus pelanggaran hukum serius yang lambat penanganannya karena tersangka utamanya merupakan para penguasa rezim ORBA. Kasus-kasus itu, antara lain;
a.       Kasus kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965-1966.
b.      Kasus penyerangan kantor DPP PDI 27 Juli 1996.
c.       Kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa.
d.      Kasus korupsi Jamsostek.
Hal yang sama juga terjadi pada era Reformasi, masa yang seharusnya segala sesuatu yang buruk telah diperbaiki. Namun, pada kenyataannya untuk keadilan di bidang hukum belum juga tercipta.
3. Hubungan supremasi hukum, demokrasi, dan HAM adalah hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Supremasi hukum dapat tercipta jika hukum dilaksanakan dengan berdasar pada keadilan. Negara yang demokratis akan akan mewujudkan watak hukum yang demokratis. Tanpa aturan hukum, kebebasan dan kompetisi sebagai ciri demokrasi akan liar tidak terkendali. Dengan adanya demokrasi, maka Hak Asasi Manusia pun akan dijunjung sebagai wujud negara demokrasi yang tertib hukum.
4. Untuk mencapai Supremasi yang ideal maka diperlukan penegakan hukum  yaitu diarahkan pada pola pencegahan segala pelanggaran hukum baik yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat ataupun badan hukum. Guna perwujudan supremasi hukum yang memenuhi lebih banyak para pelaksana hukum yang mampu bertanggung jawab, berdedikasi dan bermoral serta mempunyai intelektual tinggi yang mampu mengatasi berbagai permasalahan.

B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran, antara lain:   
1. Menindak secara tegas bagi para pelanggar hukum di semua kalangan, baik yang ada di masyarakat, maupun di kalangan pejabat.
2. Diharapkan seluruh komponen masyarakat di Indonesia dapat memahami arti serta perlunya hukum serta menerapkan hukum yang berlaku sehingga dapat ditegakkannya supremasi hukum yang bertujuan keadilan sosial.
3. Menghindari kasus-kasus penyelewengan hukum, seperti korupsi dan penyuapan di manapun kita berada.








DAFTAR PUSTAKA

Ajat M Fajar. 100 Hari SBY-Boediono, Supremasi Hukum Masih Lemah.

Anang Usman. Supremasi Hukum, Kenyataan yang Sulit Terwujud. Diambil pada tanggal 6 Maret 2010, dari http://forum.polwiltabessurabaya.net/viewtopic.php
Budiyanto. 2004. Kewarganegaraan untuk SMA kelas X. Jakarta : Erlangga.
Diakses pada hari Kamis tanggal 4 Maret 2001 dari http://tanyasaja.detik.com/pertanyaan/12580-apa-pengertian-supremasi-hukum.

Diakses pada hari Kamis tanggal 4 Maret 2001 dari http://bataviase.co.id/content/mmbangun-supremasi-hukum


Joko Budi Santoso. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMK Kelas X. Jakarta : Yudhistira.
Kusumohamidjojo, Budiono. 1999. Ketertiban yang Adil, Problematik Filsafat Hukum. Jakarta : Grasindo.
Moh. Mahfud. 1999. Pergulatan politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta : Gama    media.
Sunarso, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan tinggi. Yogyakarta : UNY press.
Winarno. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta : Bumi Aksara.
Tim Redaksi Pustaka Setia. 2010. UUD 1945. Pustaka Setia. Bandung




Operator & moderator            : Koniawan Fajar
Notulen                                   : Restu Yunia P
Penyaji                                    : 1. Leily fathonah
                                                 2. Saadah Tri Wijiasri
                                                 3. Dyah Ana Rahmayani
                                                 4. Tita R


DISKUSI KELAS
1.      Pertanyaan : Ary Gunawan (09312241034)
a.       Deskripsi dan definisi “KEADILAN” yang bagaimana yang dapat menjadi point penting dalam supremasi hukum karena kita ketahui bahwa keadilan itu bersifat subyektif ?
b.      Melihat “kasus Minah” dan kasus-kasus ketidakadilan yang lain dimana rakyat miskin mendapat ketidakadilan dalam hukum sehingga keadilan identik dengan kekuasaan. Bagaimana menurut kelompok Anda keadilan yang seharusnya ?
c.       Bagaimana pendapat anda tentang mafia hukum dimana aparat penegakan hukum sering terlibat kasus-kasus hukum ?

Jawab :
a.       Keadilan yang bersifat netral yaitu tidak memihak pada salah satu golongan, dan sama rata, serta tidak bersifat subjektif. (Koniawan Fajar R).

b.      Keadilan yang seharusnya yaitu terciptanya keadilan diseluruh elemen masyarakat. Tidak ada yang diistimewakan dalam hal kedudukan di depan hukum. Agar adil di kalangan masyarakat kecil maka setiap orang selalu mendapat pembela hukum saat terjerat kasus hukum, tak terkecuali pada rakyat kecil.( Sa’adah Tri Wijiasri)

c.       Dyah Ana



2.      Pertanyaan : Zamzam Fatma (09312241038)
Supremasi hukum yang ideal itu mencakup apa saja?

Jawab : Supremasi hukum yang ideal harus memiliki keberadaan hukum yang merupakan posisi untuk dapat memberikan dampak bagi lingkungan sekitar, yaitu terciptanya keadilan. Untuk menciptakan keadilan, maka hukum harus netral dihadapan semua rakyat tanpa membedakan antara penguasa dan rakyat biasa. Tujuan dari supremasi hukum adalah untuk menciptakan keadilan. Jadi, didalam supremasi hukum harus ada keadilan.
( Tita )


3.      Pertanyaan : Ribka S.F (09312241020)
Bagaimana peran kita sebagai masyarakat dalam mendukung supremasi hukum guna membantu pemerintah dalam mewujudkannya ?

Jawab : Dengan cara menjadi masyarakat yang sadar hukum. Contohnya saja saat melakukan suatu pelanggaran lalu lintas kita sebagai tersangka tidak menyuap polisi untuk menyalesaikan masalah, sebaliknya kita mengikuti prosedur yang ada dengan mengikuti sidang. Jadi, sebagai warga negara kita juga harus menjujung tinggi hukum yang berlaku di Indonesia. (Leily Fatonah)

4.      Pertanyaan : Ismudiati (09312241012)
Bagaimana supremasi hukum bagi warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri ?

Jawab : Bagi warga negara Indonesia yang ada di luar negeri, keberadaan hukum mereka ditangani oleh kedutaan besar Negara Indonesia yang ada di negara tersebut, sehingga masih ada yang membantu mengurusi hal-hal tersebut. Namun, jika warga Indonesia keluar negeri dengan prosedur yang kurang benar (illegal) maka hukum mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga akan mengakibatkan kesulitan dalam menangani hukum. (Dyah Ana)

Tambahan : Seharusnya Kedutaan Besar Republik Indonesia yang berada di luar negeri dapat mengayomi semua WNI yang ada di negara tersebut. Pada kenyataannya Kedubes belum mampu melindungi WNI yang ada di negara tersebut secara optimal, khususnya dalam bidang hukum. (Koniawan Fajar R)


PERTANYAAN TAMBAHAN
1.      Pertanyaan : Ary Gunawan  (09312241034)
Aparat penegak hukum terkesan saling berkompetisi. Misalnya antara POLRI dengan KPK. Bagaimana tata kelola penegakan hukum ? Misalnya pembagian tugas (job description) antara POLRI, KPK, kejaksaan maupun pengadilan.

Jawab : POLRI, KPK, Kejaksaan dan pengadilan adalah aparat penegak hukum. Seharusnya, aparat penegak hujum tersebut saling bekerjasama dalam memberantas mafia hukum yang merajalela di negara ini. Jadi, seharusnya tata kelola harus disesuaikan dengan tugas masing-masing aparat. KPK bertugas untuk menyelidiki kasus mafia hukum. Sedangkan POLRI bertugas untuk menangkap mafia hukun yang telah terbukti secara sah melanggar hukum. Kemudian, kejaksaan dan pengadilan bertugas untuk memproses mafia hukum tersebut untuk menjalani pemeriksaan dalam proses hukum. (Tita Rostiawati)

2.      Pertanyaan : Raisa Nuraini (09312241017)
Menurut kelompok Anda, apa langkah yang paling efektif dalam menciptakan supremasi hukum yang ideal agar dapat menempatkan semua rakyat sama di depan hukum ?

Jawab :
3.      Pertanyaan : Agusta Arif  (09312241014)
Bagaimana cara mengoptimalkan hukum di Indonesia sehingga semua warga negara bisa menaati hukum yang berlaku?

Jawab : Mengenalkan atau mensosialisasikan kepada masyarakat tentang aturan-aturan hukum yang berlaku melalui Lembaga Sosial Masyarakat yaitu Lembaga Bantuan Hukum. Masyarakat yang mengetahui hukum akan mematuhi hukum karena mereka juga mengetahui sanksi yang berlaku apabila mereka melanggar hukum yang berlaku. Jadi, akan tercipta masyarakat yang patuh dan sadar hukum.  (Leily Fatonah)

4.      Pertanyaan : Fetik Rahayu   (09312241013)
a.       Tadi dikatakan bahwa hukum harus mengikuti perubahan yang terjadi pada perubahan masyarakat di Indonesia. Apakah hukum di Indonesia juga seperti itu?      (Jika ya,apa buktinya dan jika tidak apa alasan dan contohnya)
b.      Bagaimana atau seperti apa cerminan terciptanya supremasi hukum di Indonesia sekarang ini? apa yang harus dilakukan oleh generasi mendatang untuk menciptakan supremasi hukum yang ideal?

Jawab :
 a. hukum di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan perubahan yang ada di Indonesia. Sebab masih ada sebagian hukum di Indonesia yang perubahaannya belum sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia dalam artian belum dapat beradaptasi sesuai dengan kultur masyarakatnya. (Dyah Ana). 
b. pada saat ini supremasi hukum di Indonesia belum sepenuhnya tercipta. Masih banyak pelanggaran hukum yang ada di Negara kita, sehingga belum ada keadilan dalam bidang hukum di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Perbaikan supremasi hukum di Indonesia dapat diperbaiki dengan pembekalan nilai moral yang baik pada generasi muda, dengan begitu mereka dapat menjadi aparat penegak hukum yang dapat menciptakan keadilan di bidang hukum. (Dyah Ana)

5.      Pertanyaan : Din Azwar  (09312241002)
a.       Bagaimana pendapat kelompok Anda melihat keadaan hukum di Indonesia saat ini? Kemudian bagaimana caranya agar terjadi penegakan hukum ?
b.      Usaha apa yang dapat ditempuh agar masyarakat Indonesia sadar hukum ?

Jawab :
a.         Hukum di Indonesia sampai saat ini masih sangat tidak berjalan dengan baik. Keadilan belum tercipta, hukum di Indonesia masih di bawah kekuasaan belum sebagai panglima. Orang biasa (rakyat kecil) yang diketahui melakukan tindak pidana bahkan ada yang direkayasa, langsung diproses dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara, tokoh masyarakat, pembesar yang mempunyai liner, yang melakukan tindak pidana korupsi miliaran rupiah ataupun tindak pidana lainnya, pasti mendapatkan perlakukan yang ekslusif. Yang mempunyai uang banyak, pasti aman dari jeratan hukum.Banyak hukum yang serta merta dilanggar oleh masyarakat bahkan para penegak hukum itu sendiri. Cara agar terjadi penegakan hukum yaitu dengan mengawalinya para penegak hukum memberi keteladanan pada masyarakat. kepatuhan pada hukum itu dipengaruhi oleh teladan yang diberikan oleh para penegak hukum (reference group), seperti misalnya; jaksa, hakim. Diadakannya hukuman yang berlaku adil bagi semua elemen masyarakat. (sa’adah)
b.         Agar masyarakat Indonesiadapat sadar hukum maka dapat diadakan berbagai program penyuluhan hukum yang dilakukan selama ini terhadap masyarakat luas terutama yang berada di desa-desa. Namun, sebenarnya yang dibutuhkan tidak hanya kesadaran hukum masyarakat namun juga kepatuhan terhadap hukum tersebut. . Sebagian besar masyarakat kita sadar akan perlunya hukum dan penghormatan terhadap hukum itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, namun kenyataannya masyarakat kita cenderung tidak patuh pada hukum. Jadi dibutuhkan juga kepatuhan dari diri sendiri seluruh elemen masyarakatuntuk menaati hukum yang berlaku di Indonesia. (Sa’adah)

6.      Pertanyaan : Restu Yunia P  (09312241006)
a.       Apakah supremasi hukum ataupun pelaksanaan hukum di Indonesia sudah ideal atau berjalan sesuai yang diharapkan ?
b.      Apakah Warga Negara Indonesia sendiri telah mendukung atau ikut berperan dalam penegakan supremasi hukum ? apa contohnya ?

Jawab :
a.       Belum, karena masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia. (Koniawan Fajar R).
b.      Sudah mendukung tetapi sebagian masih belum dapat berperan aktif dalam penegakan supremasi hukum. Contohnya: untuk mempersingkat kasus agar tidak disidangkan, banyak warga yang menyuap para penegak hukum agar kasusnya tidak disidangkan. (Koniawan Fajar R).
7.      Pertanyaan : Novi Utami   (09312241046)
a.       Bagaimana dengan supremasi hukum dengan kasus yang menimpa seorang nenek yang mencuri coklat? Padahal nilai coklat tidak seberapa namun divonis dengan hukuman yang tidak sesuai sedangkan para koruptor yang korupsi bermilyar-milyar justru tidak dihukum secara tegas?
b.      Bagaimana upaya pemerintah untuk meningkatkan penegakan supremasi hukum di Indonesia?

Jawab :
a.       Keadaan tersebut menandakan bahwa supremasi hukum di Indonesia belum tercipta, walaupun nenek itu juga bersalah karena telah melakukan tindak pidana pencurian. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan vonis yang dijatuhkan kepadanya dengan para koruptor memang tidak sebanding. Para koruptor yang tidak dihukum secara tegas juga merupakan bukti bahwa hukum di Indonesia masih untuk para penguasa dan orang-orang yang mempunyai uang banyak. (Leily Fatonah)
b.      Pemerintah harus melakukan perbaikan pada sumber hukum dan memilih aparat-aparat hukum yang sesuai dengan kriteria yang harus dimiliki oleh para penegak hukum, seperti jujur, adil, bijaksana, berani, bertanggung jawab, dan tegas. Selain itu, para penegak hukum harus merupakan orang-orang yang berdedikasi dan bermoral, serta mempunyai intelektual tinggi yang mampu mengatasi berbagai permasalahan. (Leily Fatonah)

8.      Pertanyaan : Duria Fikasari  (09312241022)
a.       Pada point penegakan hukum yang diarahkan pada pola pencegahan segala pelanggaran hukum yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat atau badan hukum. Lalu bagaimana bila pelanggaran tersebut telah terjadi? Apakah masih dapat dilakukan pencegahan ?
b.      Apakah penegakan hukum yang ada di Indonesia saat ini telah sesuai dengan yang diharapkan? Bila belum, bagaimana agar penegakan hukum berjalan sesuai yang diinginkan ?

Jawab :
a.
b. Belum sesuai dengan yang diharapkan. Agar penegakan hukum dapat berjalan sesuai yang diinginkan maka diperlukan upaya sadar hukum bagi para pelaku-pelaku hukum dan para penegak hukum. (Koniawan Fajar R).



9.      Pertanyaan : Andi Wibowo  (09312241021)
a.       Bagaimana cara mengatasi adanya kasus penyuapan ?
b.      Bagaimanakah menciptakan masyarakat yang sadar hukum ?

Jawab :
a.Cara nengatasi adanya kasus penyuapan yaitu dengan cara menegakkan hukum seadil-adilnya.Meningkatkan keprofesionalismean para penegak hukum serta adanya sadar dan patuh hukum. Pemerintah seharusnya menindak tegas para penyuap yang merupakan tindak KKN itu. Seharusnya para koruptor ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku tanpa adanya istimewaan. (sa’adah)
b. Proses kesadaran hukum merupakan suatu proses psikis yang terdapat pada diri manusia, yang mungkin muncul atau mungkin juga tidak. Karena masing-masing warga mempunyai rasa keadilannya sendiri-sendiri. Disadari atau tidak bahwa kesadaran hukum dalam masyarakat sebenarnya sangat tergantung pada iklim dan contoh dari aparat penegak hukum. Maka dari itu diperlukan adanya sosialisasi hukum di masyarakat serta keteladan para penegak hukum itu sendiri yang harus segera diperbaiki.(Sa’adah)

10.  Pertanyaan : Novalila Azni  (093122410004)
a.       Apa saja upaya untuk mencegah pelanggaran hukum?
b.      Mengapa pada era reformasi dan orde baru, supremasi hukum belum tercipta ?

Jawab :
a. Upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum dapat dilakukan jika seseorang sudah tahu hukum (sadar hukum) dan mengetahui sanksi apabila hukum itu dilanggar. (Koniawan Fajar R).
b. Karena pada era Reformasi dan Orba aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim beserta sumber hukum yang digunakan belum siap untuk mewujudkan upaya penegakan keadilan hukum seperti yang dijelaskan pada bab Pembahasan sub bab Supremasi Hukum di Era Orba dan Reformasi. Selain itu, masyarakat belum paham betul tentang hukum yang berlaku di Indonesia. (Leily Fatonah)

11.  Pertanyaan : Siti Nurhasanah   (09312241019)
Bagaimana pendapat kelompok Anda mengenai pernyataan bahwa hukum berlaku untuk orang bawah sedangkan keadilan untuk orang atas ?

Jawab : . (Leily Fatonah)

12.  Pertanyaan : Hasan Ashari (09312241028)
a.         Dalam era orde baru, ada penembak misterius terhadap pelaku kejahatan. Tepatkah hal tersebut menurut kelompok Anda untuk mewujudkan supremasi hukum ? Mengapa ?
b.         Berdasarkan pembahasan hubungan antara supremasi hukum, demokrasi dan HAM, supremasi hukum dapat tercipta jika hukum dilaksanakan dengan berdasar pada keadilan. Bagaimana menciptakan keadilan suatu hukum yang cenderung memihak pihak yang berkuasa agar tercipta supremasi hukum ?
c.         Sesuai pembahasan kelompok Anda, supremasi hukum yang ideal akan tercipta jika para pelaku hukum bermoral serta mempunyai intelektual tinggi. Pada kenyataannya justru pelaksana hukum yang berintelektual tinggi tidak bermoral, mereka justru mau disuap dalam suatu kasus. Bagaimanakah menurut kelompok Anda ?

Jawab :
a. Penembak misterius merupakan suatu cara untuk menangkap para pelaku kejahatan. Karena, jika penjahat terdsebut tidak ditembak, pelaku kejahatan itu akan melawan dan terus merajalela. Penembak misterus merupakan sebuah tim yang bergerak untuk menangkap penjahat. Jadi menurut kami, penembak misterius itu merupakan suatu upaya untuk menegakkan supremasi hukum.
b. Untuk menciptakan supremasi hukum harus berdasar pada keadilan. Keadilan harus bersifat netral, artinya semua warga negara sama dihadapan hukum. Jika hukum memihak kepada pihak yang berkuasa, maka aparat yang bertanggung jawab harus dihadapkan juga pada hukum. Misalnya kasus suap, orang yang melakukan suap kapada aparat penegak hukum harus diperiksa secara jelas agar tidak terjadi salah tangkap.
c. Tindakan aparat penegak hukum yang mau disuap sangat tidak bermoral. Seharusnya mereka berupaya untuk menegakkan hukum agar tercipta supremasi hukum. Oleh karena itu, aparat penegak hukum yang terbukti disuap oleh mafia hukum harus menjalani proses hukum sesuai dengan kesalahannya.
(Tita Rostiawati)

No comments:

Post a Comment